Begitu cepatnya jasa besar seseorang dilupakan. Demikianlah yang dilakukan oleh Leicester City ketika memecat Claudio Ranieri pada Kamis (23/2/17). Pelatih asal Italia yang sekitar sembilan bulan lalu membawa The Foxes untuk pertama kalinya dalam sejarah menjadi juara Liga Primer Inggris 2015/16 didepak sesudah anak asuhnya takluk 1-2 dari Sevilla dalam laga pertama 16 besar Liga Champion Eropa 2016/17 yang berlangsung Rabu (22/2). Meskipun kalah, anak asuh Ranieri dinilai bermain bagus menghadapi juara Liga Europa tiga musim beruntun tersebut. Peluang untuk lolos ke fase berikutnya masih terbuka dalam laga kedua di kandang. Memang Leicester tampil sangat buruk di Liga Inggris dan dalam ancaman degradasi. Namun, debut penampilan di Eropa terbilang luar biasa. The Foxes lolos ke 16 besar sebagai juara Grup G di atas FC Porto tanpa kekalahan. Hal itu tampaknya tak dianggap sebagai prestasi Ranieri, yang menerima sejumlah penghargaan sebagai pelatih terbaik 2016, termasuk dari FIFA.
Sebenarnya pemecatan manajer pada musim sesudah membawa timnya juara bukan hal aneh di Inggris. Roberto Mancini, Carlo Ancelotti, dan Jose Mourinho pernah mengalaminya di masa silam. Namun, rada maklumlah karena mereka yang melakukannya adalah tim-tim kaya yang pemiliknya arogan, seperti Manchester City dan Chelsea, yang hampir setiap musimnya memiliki ambisi dan layak diunggulkan menjadi juara. Sedangkan Leicester City, yang sebelum juara musim lalu, hanya selalu menargetkan bisa bertahan di kasta teratas Liga Inggris saban musimnya, lha kok berlagak sekali menjelma klub raksasa yang ikut-ikutan tidak tahu membalas budi kepada seseorang yang pantas menjadi legenda The Foxes? Siapa pun nanti yang menggantikan Ranieri tentu diharapkan menyelamatkan klub dari jurang degradasi. Namun, bersiap sajalah pemilik dan pendukung Leicester menerima balasan atas perlakuan buruk terhadap seorang pelatih hebat berjasa besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar